Perkembangan kemajuan teknologi yang semakin massif di Indonesia, semakin mempengaruhi berbagai aspek kehidupan. Seperti dalam segi bisnis jual beli misal. Teknologi dalam hal ini digunakan dalam menciptakan dan membangun sebuah produk, maupun untuk strategi marketingnya. Seperti yang diungkapkan oleh Bpk. Liliek Setiawan dalam sesi meeting hari ini di Kantor PT. Sekar Lima Pratama, Senin(15/07/2019)

“Simplicity is the King, yang artinya bagi kaum milenial di era digital seperti ini, seluruh solusi harus selalu ada dalam genggaman, atau end-to-end solution.”, ujarnya.

Banyak orang-orang milenial sekarang yang “wegah ribet” alias tidak mau bertele-tele dan buang-buang waktu. artinya, orang hanya ingin diberi kemudahan dalam berbagai kegiatan sehari-hari. Misal, untuk bayar tagihan maupun keperluan lain, sekarang orang tidak perlu datang ke Bank untuk antri berlama-lama guna mentransfer uang, mereka cukup ke ATM terdekat dan semua pembayaran bisa dilakukan. Malas ke ATM ? bisa dibayarkan melalui Mobile Banking atau aplikasi bank dismartphone masing-masing sesuai bank yang digunakan nasabah. Nah, mudah bukan? berbagai transaksi dapat dilakukan tanpa harus keluar rumah.

Berbelanja kebutuhan tanpa harus datang ke toko ? Bisa ! Banyak sekali sektor retail khususnya e-commerce yang memberikan pelayanan baik disertai berbagai jaminan keamanan transaksi online. Mereka (penyedia jasa) memberikan pelayanan kepada kita (konsumen) secara simple, dan sangat mudah hingga anak belasan tahun pun dapat menggunakan secara mudah jenis layanan tersebut. Para penyedia jasa selalu berlomba-lomba mencari cara baru dan meng-update apa-apa saja yang dapat memudahkan juga menarik minat pelanggan. Dan Konsumen milenial-lah yang mendapatkan keuntungan untuk bebas menggunakan berbagai layanan dan pelayanan yang disediakan oleh para penyedia jasa. Misalnya seperti Go-Jek, GRAB, SHOPEE, Bukalapak dan masih banyak lagi.

Mengapa mereka berlomba-lomba memberikan berbagai layanan online/digital yang mudah kepada pelanggan ? Karena mereka ingin tetap eksis dan tidak terpuruk oleh efek perkembangan teknologi yang semakin up to date. Berarti ada sisi negatifnya dong ? Memang ada sisi negatifnya, seperti misalnya, Perusahaan-perusahaan yang enggan mengikuti trend jaman. Mereka lama-kelamaan akan mulai tertinggal teknolginya, dan semakin lama akan ditinggalkan oleh para konsumen.

Memang tidak semua berefek seperti contoh diatas, seperti kain tenun misalnya, dengan jenis bahan yang sama kain tenun hasil konvensional ATBM akan lebih mahal daripada buatan mesin jaman sekarang. Mengapa demikian? karena yang membuat mahal adalah Proses dan Tradisi nya. Unsur budaya yang melekat membuat kain tersebut memiliki nilai lebih dan harus tetap dilestarikan. Berarti kain tenun konvensional tidak mengikuti trend milenial ?? tidak juga, di sisi lain mereka tetap terbuka dan mengikuti kemajuan teknolgi. Apa buktinya ? Media penjualannya. Setelah kain tersebut jadi, langkah berikutnya tentu menjualnya ke konsumen. Di daerah tertentu yang telah menjadi obyek wisata, konsumenlah yang akan datang untuk membeli kain tersebut sebagai cindera mata/koleksi. Namun, ada cara lain yang yang lebih modern, yaitu memasarkannya melalui media online. Yap, media online tersebut jangkauannya tentu lebih luas dan lebih menghemat cost daripada konsumen harus datang langsung ke lokasi penjualan.

Teknologi yang semakin maju kini telah menjadi lifestyle (gaya hidup) yang tidak bisa lepas bagi para kaum milenial. Dan kaum milenial tersebut adalah target operasi para produsen / penyedia layanan jasa sebagai calon konsumen mereka. Maka, sudah semestinya para produsen mengikuti kemauan para konsumennya. Dan akan jauh lebih baik, apabila para produsen dapat menciptakan Lifestyle yang selangkah didepan lebih maju. (ren)